Skip to main content

Perintis Bank Syariah Di Indonesia Menjadi Sebuah Relik, Mimpi Buruk Perbankan Syariah Indonesia

Semangat untuk menumbuh-kembangkan ekonomi syariah tidak terlepas dari pengaruh penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, semangat tersebut bermula dari keinginan untuk mengaplikasikan syariat Islam tidak hanya dibidnag ibadah dan keluarga saja, namun juga meningkat hingga pada tahapan kegiatan perekonomian dan bisnis. Untuk memfasilitasi semangat tersebut Bank Muamalat hadir sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia, yang mulai beroperasi pada tahun 1992. Sejak kelahiranya pertumbuhan ekonomi syariah dapat dikatakan tumbuh dan berkembang dengan pesat, ini ditandai kegiatan ekonomi syariah tidak saja berfokus pada lembaga keuangan bank saja, namun juga merambah kepada sektor-sektor lain lembaga keuangan non bank, seperti asuransi, pegadaian pasar modal hingga pada level terendah yaitu lembaga keuangan mikro syariah (baitul maal wattamwil/BMT). Ibarat pepatah semakin tinggi pohon maka semakin tinggi pula angin yang menerpanya, tampaknya juga berlaku bagi Bank Muamalt, betapa tidak tingginya tingkat pembiayaan macet kotor (non-performing financing gross) Bank Muamalat yang pada 2014 lalu berada di level 6,55-7,11 % tetap meninggalkan luka yang belum pulih, mengingat pada akhir 2018 pembiayaan bermasalahnya masih mencapai angka diatas 3 %, yang tetap membawa pada posisi melebihi ambang batas rata-rata kredit macet perbankan, akan tetapi pada pertengahan Mei 2019 pada saat Rapat Umum Pemegan Saham Tahunan, Komisaris dan Direksi optimis kondisi keuangan perusahaan bisa dibenahi, namun demikian tampaknya optimisme tersebut belumlah membuahkan hasil, hal ini terbukti dari tindakan langsung yang diambil Presiden Joko Widodo dalam rangka menyelamatkan perintis Bank Syariah di Indonesia tersebut supaya tidak menjadi relik pusaka perbankan syariah di Indonesia. tindakan langsung yang diambil oleh Pemerintah Indonesia adalah langkah tepat sebagai upaya preventif untuk mencegah bank Muamalat menjadi bank gagal, mengingat bank gagal berpotensi menimbulkan dampak sistemik yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional maupun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan, khususnya perbankan syariah. Walaupun masih dalam kondisi kritis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak bisa melakukan upaya penyelamatan, mengingat bank yang diserahkan kepada LPS harus dinyatakan gagal terlebih dahulu oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank yang dinyatakan gagal oleh OJK adalah mimpi buruk bagi bank gagal tersebut maupun bagi insitusi perbankan nasional, oleh karenanya segala macam upaya preventif harus dikerahkan untuk mencegah terjadinya mimpi buruk tersebut. Bank muamalat yang berdiri pada 1 Novenber 1991 adalah bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, melalui dukungan dari Cendikiawan Muslim dan pengusaha muslim Indonesia. Kelahiran bank Muamalat telah menjadikan kegiatan ekonomi sebagai jalan lain syiar agama Islam yang mempunyai ciri khas rahmatan lil alamin atau rahmat bagi semesta alam. Sekalipun berjuang di tengah dominasi bank konvensional, Bank Muamalat pada akhirnya terbukti dapat tetap bertahan dengan dukungan dari pemerintah dan Masyarakat luas. Hal ini ditandai dengan di Undangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Kedua Undang-Undang tersebut merupakan pencapaian tertinggi semangat ekonomi syariah di Indonesia, betapa tidak dukungan dari masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam yang menghendaki kehidupan sebagai muslim yang kaffah atau sempurna, kehadiran Bank Muamalat ibarat pemuas dahaga bagi yang membutuhkannya. Namun sangat disayangkan pada tahun 2014 Bank Muamalat diterpa cobaan yang begitu hebat, yang hingga kini menimbulkan luka yang belum dapat disembuhkan. Upaya penyelamatan Bank Syariah tertua di Indonesia telah menjadi isu penting, betapa tidak Presiden Joko Widodo pada bulan Juli 2019 mengumpulkan Menteri dan Kepala Lembaga di Bidang Keuangan di Istana Bogor, Jawa Barat, terlepas hal tersebut ada atau tidak adanya campur tangan dari KH Ma’ruf Amin sebagai bagawan ekonomi syariah di Indonesia, upaya penyelamatan Bank Muamalat tersebut telah menggelontorkan beberapa ide dan solusi pun digelontorkan mulai dari penyertaan modal oleh investor yang konsorsiumnya di pimpin oleh Ilham Habibie, melakukan penagihan, melakukan tukar guling aset, hingga opsi menginvestasikan dana haji ke dalam Bank Muamalat. Dari beberapa hal tersebut timbul berbagai pertanyaan, apakah dukungan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia (khususnya yang beragama Islam) selama ini belumlah cukup?, atau ada masalah dalam hal manajemen dan pengelolaan institusi? Ada beragam jawaban dari pertanyaan tersebut, terlepas apapun kebenarannya dua pertanyaan tersebut harus menjadi parameter dalam upaya penyelamatan Bank Muamalat. Memang dalam kegiatan operasional perbankan potensi moral hazard yang tinggi tetap ada, namun demikian manajemen yang berintegritas akan menghilangkan hal tersebut, tidak hanya itu potensi dari pesaing bisnis pun juga tidak kalah hebatnya, disinilah letak keuletan dari suatu institusi perbankan ketika berkecimpung dalam dunia persilatan perbankan nasional, terlebih lagi Bank Muamalat harus bersaing dengan pionir-pionir Bank Konvensional Indonesia. Namun seharusnya hal tersebut seharusnya tidak mejadi kendala mengingat banyak bank-bank syariah lain, (sebagai contoh Islamic Bank of Britain yang kini menjadi Al Rayan Bank) yang tetap eksis sekalipun harus bertarung diantara dominasi bank-bank konvensional walaupun tanpa adanya dukungan dari mayoritas masyarakat dan pemerintah setempat. Semangat untuk menyelamatkan Bank Muamalat adalah semangat untuk menjaga kestabilan industri keuangan syariah Indonesia, betapa tidak apabila mahaguru bank syariah di Indonesia telah menjadi relik, bagaimana dengan nasib murid-muridnya?, tidak hanya itu saja kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan syariah juga ditentukan melalui nama besar Bank Muamalat. Inilah yang menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk turut serta melakukan penyelamatan Bank Muamalat disamping alasan-alasan yang lain. Jangan sampai keruntuhan Bank Muamalat menjadi pemicu keruntuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia, sebagaimana kelahiran Bank Muamalat menjadi pemantik lahir dan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Indonesia.

Penulis : Dr. Prawitra Thalib

Admin Staff

Suka Menulis