Bolehkah Memasukkan Klausul Kompensasi dalam Perjanjian Perkawinan?

Pertanyaan

Bisakah menaruh klausul kompensasi dalam perjanjian pernikahan, apabila salah satu pihak terbukti ada pihak ketiga dalam perkawinan atau melakukan KDRT?

Intisari Jawaban

Pada dasarnya, di dalam KUH Perdata, substansi perjanjian perkawinan berkaitan dengan pengaturan harta benda. Namun demikian, di dalam UU Perkawinan secara implisit tidak membatasi pada pengaturan harta benda saja, selama tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

Lantas, bolehkah memasukkan klausul kompensasi karena KDRT atau perzinahan ke dalam perjanjian perkawinan?

Ulasan Lengkap

Hal yang Diatur dalam Perjanjian Perkawinan

Sebelumnya, kami luruskan bahwa secara normatif, terminologi yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) adalah perjanjian perkawinan, bukan perjanjian pernikahan seperti yang Anda sebut. 

Perjanjian perkawinan diatur dalam Bab V UU Perkawinan dan ditempatkan hanya dalam satu pasal yaitu Pasal 29 UU Perkawinan yang menyatakan:

  • pada waktu sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut;
  • perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan;
  • perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan;
  • selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Namun, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, dari sisi waktu pembuatan perjanjian perkawinan tidak lagi hanya bisa dibuat pada saat atau sebelum perkawinan (prenuptial agreement), namun dapat dibuat juga selama dalam ikatan perkawinan (postnuptial agreement) (hal.156 ).

Secara substansi, Pasal 29 UU Perkawinan tidak mengatur secara tegas bahwa perjanjian perkawinan hanya terbatas pada harta perkawinan. Sehingga, secara implisit dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan tersebut tidak terbatas hanya mengatur mengenai harta perkawinan saja.

Baca: Perjanjian Perkawinan dan Hal yang Diatur di Dalamnya

Namun demikian, esensi perjanjian perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan lebih luas dibandingkan dengan perjanjian perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Dalam penjelasan Pasal 29 UU Perkawinan diterangkan bahwa perjanjian perkawinan ini tidak termasuk taklik-talak. Batasan terhadap isi perjanjian perkawinan hanya disebutkan bahwa isinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, agama dan kesusilaan.

Bolehkah Memasukkan Klausul Kompensasi dalam Perjanjian Perkawinan?

Meskipun tidak ada batasan terkait isi perjanjian perkawinan, tetapi suami istri dalam membuat perjanjian perkawinan patut memperhatikan norma agama, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Hal-hal tersebut juga mengikat pihak-pihak yang membuatnya, termasuk peraturan perundang-undangan mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“KDRT”).

Secara normatif, larangan KDRT sudah diatur dalam UU 23/2004 yang memuat sanksi pidana pelaku KDRT. Sama halnya dengan perselingkuhan atau perzinahan bagi pasangan yang telah menikah, secara normatif sudah diatur di dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Oleh karena itu, menurut hemat kami, tidaklah tepat apabila substansi perjanjian perkawinan memuat kompensasi ketika salah satu pihak melakukan perzinahan atau KDRT.

Selanjutnya perlu diperhatikan, bahwa pihak ketiga yang terikat oleh perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami istri hanya sebatas mengenai harta benda. Hal-hal lain di luar pengaturan mengenai harta benda perkawinan, pihak ketiga tidak terikat terhadap segala akibat yang ditimbulkannya.[1]

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015

[1] Pasal 152 – 153 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)

Sumber : https://www.hukumonline.com/klinik/a/bolehkah-memasukkan-klausul-kompensasi-dalam-perjanjian-perkawinan-lt62862fbae859f

Admin Staff

Suka Menulis

© KJD Law Firm || Legal Service || View