Skip to main content

Author: Admin C

BODY SHAMING : CANDAAN BERUJUNG PIDANA

“Kok kamu gemuk sekali mangkanya jangan makan terus”

“Itu pipi apa bakpau kok lebar banget?”

“Itu jidat berasa landasan pesawat ya”

“Kamu tidak pernah makan ya kok kurus”

“Kamu pendek sekali, coba kalau kamu tinggi kamu pasti cantik”

Kalimat-kalimat tersebut bisa jadi hanya candaan dan tidak berarti bagi yang mengutarakannya namun bagi si penerima kalimat, hal itu bisa menjadi serius. Pemilik tubuh bisa jadi akan memikirkan hal tersebut secara terus-menerus dan bahkan hingga mengganggu psikisnya. Tidak sedikit kasus depresi hingga bunuh diri seseorang yang menjadi korban body shaming. Pernahkah kalian memikirkan jika korban body shamming akan mengalami krisis kepercayaan diri? Lalu siapakah yang akan bertanggungjawab jika itu terjadi? Seringkali korban dicap “baper” oleh pelaku body shaming yang mengaku itu hanya sebuah candaan. Body shaming merupakan tindakan atau praktik mempermalukan seseorang dengan membuat komentar mengejek atau kritis tentang bentuk tubuh atau ukurannya sehingga termasuk dalam kategori verbal bullying. Pernahkah kalian menjadi korban body shaming atau bahkan menjadi pelaku yang mungkin tidak menyadarinya?

Body shaming dapat dijerat dengan pasal penghinaan ringan dalam Pasal 315 KUHP sebagaimana bunyi lengkapnya:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Body shaming dapat juga dilakukan melalui media sosial. Seringkali kita jumpai petikan-petikan stigma terhadap citra tubuh yang bertebaran baik di facebook, twitter, dan instagram. Hal ini juga dapat dikenakan Pasal 27 (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu “Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Sanksi pidana bagi tindak pidana ini diubah yang awalnya penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) di UU Nomor 11 Tahun 2008 menjadi  pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dalam Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2019. Ketentuan pasal tersebut merupakan delik aduan sehingga orang yang merasa mendapatkan penghinaan atas bentuk fisiknya melaporkan pelaku ke polisi karena polisi tidak dapat langsung menindaklanjuti aksi body shaming tanpa ada laporan.

Namun tidak sedikit orang yang kontra atas ketentuan tersebut karena merasa kebebasan berekspresinya dibatasi. Mereka berpendapat bahwa hak berpendapat telah dijamin dalam konstitusi tepatnya pada Pasal 28 E ayat 3 UUD NRI. Kebebasan ini bukan berarti mutlak tidak terbatas karena kebebasan berpendapat kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Salah satu hak orang lain yang membatasi kebebasan berpendapat kita adalah hak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani. Batasan atas kebebasan berpendapat juga telah diatur dalam Pasal 29 Declaration of Human Right (DUHAM) antara lain: pengamanan pengakuan dan rasa hormat untuk hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi persyaratan moralitas, ketertiban umum, dan kesejahteraan umum dalam masyarakat yang demokratis.

Maka dari itu, kita harus memahami betul setiap perbuatan yang kita lakukan akan menimbulkan akibat hukum serta implikasi sosialnya sehingga marilah berkata baik dalam kehidupan sehari-hari baik di dunia nyata maupun dunia maya karena setiap body shaming yang mungkin tidak sengaja kita lakukan sangat memiliki dampak yang besar bagi si pemilik tubuh. Perkataan baik dari kita bisa saja menyelamatkan nyawa orang lain jadi jika ingin menjadi orang yang berharga, jangan pernah menganggap orang lain rendah. Marilah menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas segala rahmat dan karunia yang diberikan oleh Tuhan.

Salam KJD!!

JERAT PIDANA BAGI PENGHINA SANG MERAH PUTIH

Setiap Negara memiliki ciri khas lambang Negara, bendera, dan bahasa yang berbeda-beda, begitu juga Indonesia yang memiliki lambang Negara berupa Burung Garuda, bahasa Indonesia dan bendera Merah Putih.  Sang Merah Putih secara hukum resmi menjadi bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan hukum dasar tertulis (basic law).

Tata cara penggunaan Bendera Negara berikut perlakuan terhadapnya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Lantas apakah kalian sudah mengetahui apa saja larangan dalam memperlakukan Sang Merah Putih? Jangan sampai kalian menjadi warga negara yang tidak tahu bagaimana cara memperlakukan bendera negara sendiri seperti kasus beberapa anak muda yang ramai di media sosial belakangan ini karena diduga menghina Bendera Negara.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur sanksi pidana bagi siapa yang menghina Bendera Negara berdasarkan ketentuan Pasal 154a KUHP, yang berbunyi: “Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

Sejak diundangkan Pada 9 Juli 2009, UU Nomor 24/2009 yang menjadi lex specialis aturan terkait Penggunaan Bendera Negara dalam Pasal 24-nya  diatur mengenai apa saja tindakan yang dilarang terhadap Bendera Negara,  diantaranya :

  1. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
  2. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
  3. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
  4. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
  5. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

Dari larangan tersebut, mempunyai sanksi pidana yang berbeda-beda. Ancaman sanksi pidana paling berat adalah pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 24 huruf a UU Nomor 24/2009 yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Untuk ketentuan huruf b hingga huruf e memiliki ancaman sanksi pidana yang sama yaitu pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), bahkan mengibarkan bendera yang kusut karena belum disetrika dapat dipidana karena termasuk larangan yang disebutkan di huruf b.

Mengenai Kasus beberapa remaja yang viral karena diduga menghina Bendera Negara, saat ini pihak kepolisian setempat telah berhasil menangkap para pelaku dan berdasarkan informasi yang beredar, para pelaku tersebut telah menyampaikan permintaan maaf atas perbuatan yang dilakukannya. Namun apakah permintaan maaf saja dianggap cukup dan bahkan dapat menghapuskan sanksi pidana bagi para pelaku ?

Ketentuan pidana terhadap bendera negara tidak termasuk delik aduan sehingga permintaan maaf tidak dapat dijadikan alasan untuk menghapuskan sanksi pidana atas perbuatan yang dilakukan. Untuk membuktikan tindak pidana ini, penegak hukum harus mampu membuktikan adanya kehendak jahat (mens rea) yang ditunjukkan pelaku saat melakukan tindakan itu apakah dimaksudkan untuk menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara .

Hendaknya kasus ini menjadi pelajaran bagi para generasi penerus bangsa. Marilah kita junjung tinggi penghormatan kita kepada Bendera Negara. Bukankah para pahlawan di masa perjuangan bahkan rela mengorbankan jiwa dan raga demi mempertahankan Bendera Negara untuk berkibar di bumi Indonesia. Maka kita sebagai generasi penerus perjuangan para Pahlawan hendaknya harus memahami dan memperhatikan bagaimana seharusnya memperlakukan Bendera Negara Merah Putih yang kita banggakan …. Salam Merdeka !!

Salam KJD!!

{:en}GOSSIP ACCOUNT: FREEDOM OF EXCESSIVE{:}{:id}AKUN GOSIP: KEBEBASAN YANG KEBABLASAN{:}

{:en}

In today’s era of social media, freedom of person is no longer there to limit “excessive”. Gossip becomes a trend or a new entity as the development of social media and is in great demand by netizens (the term social media users). Many accounts of gossip scattered in various social media platforms such facebook, twitter, and instagram. These accounts have millions of followers through post-post flicked, fishing speculation, even led to the opinion. Only in one post, a person’s career can be destroyed instantly. The information is still unclear the truth became a byword netizen in the comments field and often quarrel among netizens related especially sensitive issue as political and SARA. Netizens did not hesitate to pour all of sharp criticism against the public figure who became the gossip account postings can be a libel even without thinking about how you are feeling, psychic, and all the consequences that can occur on “materials that preached” is. So whether your account and netizens commented gossip can be convicted? Who can report them?

Pursuant to Article 27 paragraph (3) of the UU ITE, every person intentionally and without right to distribute and / or transmitting and / or make the inaccessibility of Electronic Information and / or Electronic Documents which have a charge of insult and / or defamation. Criminal sanctions for those who violate Article 27 paragraph (3) This is the imprisonment of 4 (four) years and / or a fine of Rp750.000.000,00 (seven hundred and fifty million rupiah). While the wording of Article 28 paragraph (2) of the UU ITE, every person intentionally and without right to disseminate information intended to cause hatred or hostility individual and / or a particular group of people based on ethnicity, religion, race and intergroup (SARA). Criminal sanctions for violators of Article 28 paragraph (2) of the EIT Law is imprisonment for a period of 6 (six) years and / or a fine of 1,000,000,000.00 (one billion rupiah). The provisions of Article 27 paragraph (3) of the EIT is to a complaint because it has been explicitly mentioned in Law 19 of 2016 on the Amendment of Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, and refer to the provisions of insult or defamation regulated in the Criminal Justice Act ( “Penal Code”), which are clearly stipulated in the Criminal Code that defamation is a complaint-based offense. So anyone who feels his name has been discredited on account posting gossip and comments of netizens can report on violation of Article 27 paragraph (3) of the UU ITE. Everyone has the right to personal freedom should be protected as stipulated in Law No. 39/1999 on Human Rights (Human Rights Act). The provisions of Article 21 of the UU HAM, everyone is entitled to personal integrity, spiritual or temporal, and therefore can not be the object of research without her consent. Often also posted the gossip account public figure who converted to the faith, giving rise to the pros and cons in the comments field in a language that can hurt other people. Whereas the right of every person to freely embrace their religion and to worship according to his religion and his belief that as stipulated in the UUD NRI 1945. and therefore can not be the object of research without her consent. Often also posted the gossip account public figure who converted to the faith, giving rise to the pros and cons in the comments field in a language that can hurt other people. Whereas the right of every person to freely embrace their religion and to worship according to his religion and his belief that as stipulated in the UUD NRI 1945 and therefore can not be the object of research without her consent. Often also posted the gossip account public figure who converted to the faith, giving rise to the pros and cons in the comments field in a language that can hurt other people. Whereas the right of every person to freely embrace their religion and to worship according to his religion and his belief that as stipulated in the UUD NRI 1945.

Perhaps the proverb mulutmu harimaumu is not relevant in the present era as the more dangerous is jarimu harimaumu and bars could be waiting for you if not careful in social media. The accounts of gossip that has millions of followers may be able to use it wisely to provide a positive influence to the younger generation. Not to shape the character of backbiting is a common thing for the next generation.

Salam KJD!!

{:}{:id}

Di era media sosial sekarang ini, kebebasan seseorang tidak lagi ada batas hingga “kebablasan”. Gosip menjadi tren atau entitas baru seiring semakin berkembangnya media sosial dan sangat diminati oleh para netizen (sebutan pengguna media sosial). Banyak akun-akun gosip bertebaran di berbagai platform media sosial baik facebook, twitter, maupun instagram. Akun-akun ini memiliki jutaan pengikutnya lewat postingan-postingan yang menyentil, memancing spekulasi, bahkan menggiring opini. Hanya dalam satu postingan, karir seseorang dapat hancur seketika. Informasi yang masih belum jelas kebenarannya pun menjadi buah bibir netizen di kolom komentar bahkan seringkali terjadi pertengkaran antara sesama netizen apalagi terkait isu yang sangat sensitif seperti politik dan SARA. Netizen tak segan-segan menuangkan semua kritikan tajam terhadap para publik figur yang menjadi postingan akun gosip tersebut bahkan dapat menjadi fitnah tanpa memikirkan bagaimana perasaan, psikis, dan segala akibat yang dapat terjadi atas “bahan yang diberitakan” tersebut. Lalu apakah akun gosip dan netizen yang berkomentar ini dapat dipidana? Siapakah yang dapat melaporkan mereka?

Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) ini adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan karena telah disebutkan secara jelas dalam UU 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik serta mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dimana dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan. Sehingga siapapun yang merasa namanya telah dicemarkan atas postingan akun gosip dan komentar-komentar para netizen dapat melaporkan atas pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut. Setiap orang memiliki hak kebebasan pribadi yang harusnya dilindungi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Ketentuan Pasal 21 UU HAM, setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuan darinya. Seringkali pula akun  gosip memposting para publik figur yang berpindah keyakinan sehingga menimbulkan pro dan kontra di kolom komentar dengan bahasa yang dapat melukai umat lainnya. Padahal merupakan hak setiap orang untuk bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945.

Mungkin pepatah mulutmu harimaumu sudah tidak relevan di era sekarang karena yang lebih berbahaya adalah jarimu harimaumu dan jeruji besi bisa saja menantimu apabila tidak berhati-hati dalam bersosial media. Akun-akun gosip yang memiliki followers berjuta-juta semoga lebih bisa mempergunakan secara bijak dengan memberikan pengaruh positif kepada generasi muda. Jangan sampai membentuk karakter menggunjing merupakan hal lumrah bagi generasi penerus bangsa.

Salam KJD!!{:}